Sabtu, 28 November 2015

TUGAS IBD

SISTEM MATA PENCHARIAN SUKU GORONTALO

   Gorontalo adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sebelumnya, semenanjung Gorontalo (Hulontalo) merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah di Era Reformasi, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000 dan menjadi Provinsi ke-32 di Indonesia. Ibukota Provinsi Gorontalo adalah Kota Gorontalo (sering disebut juga Kota Hulontalo) yang terkenal dengan julukan "Kota Serambi Madinah".
Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat dari Provinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.435,00 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1.097.990 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 88 jiwa/km². Provinsi Gorontalo dihuni oleh ragam Etnis yang berbentuk Pohala'a (Keluarga), diantaranya Pohala'a Gorontalo (Etnis Hulontalo), Pohala'a Suwawa (Etnis Suwawa/Tuwawa), Pohala'a Limboto (Etnis Limutu), Pohala'a Bolango (Etnis Bulango/Bolango) dan Pohala'a Atinggola (Etnis Atinggola) yang seluruhnya dikategorikan kedalam suku Gorontalo atau Suku Hulontalo. Ditengarai, penyebaran Diaspora Orang Gorontalo telah mencapai 5 kali lipat dari total penduduknya sekarang yang tersebar di seluruh dunia.

SEJARAH SUKU GORONTALO
   Jazirah Semenanjung Gorontalo (Gorontalo Peninsula) terbentuk kurang lebih 1300 tahun lalu, dimana Kerajaan Suwawa telah ditemukan berdiri pada sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya makam para Raja di tepian hulu sungai Bulawa. Tidak hanya itu, makam Raja Suwawa lainnya dapat kita temukan di hulu sungai Bone, yaitu makam Raja Moluadu (salah seorang Raja di Kerajaan Suwawa) bersama dengan makam istrinya dan anaknya. Kota Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Pulau Sulawesi selain Kota MakassarParepare dan Manado
   Kota Gorontalo sudah terbentuk sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1500-an pada abad ke-16. Kota Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kawasan Timur Indonesia, selain Ternate (sekarang bagian dari Provinsi Maluku Utara) dan Bone (sekarang bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan). Kota Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah "Tomini-Bocht" seperti Bolaang Mongondow (Sulawesi utara), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.

MATA PENCHARIAN SUKU GORONTALO
    Dilihat secara geografisnya Gorontalo diapit oleh dua wilayah yakni disebelah barat dengan Sulawesi Tengah dan disebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan disebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Dengan luas wilayahnya 12.215,44 km2.
Mengenai mata pencaharian utama dari rakyat Gorontalo adalah berfokus pada pertanian. Salah satu komoditas unggulan Gorontalo baru saja dicanangkan pengembangannya. Seperti dikutip dari Gorontalo Post online, Wakil Gubernur Gorontalo Ir.Gusnar Ismail,MM secara resmi mencanangkan lokasi pengembangan cabe Malita FM di Desa Tunggulo Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, Sabtu (11/4). Dengan dicanangkannya pengembangan cabe Malita FM, maka Provinsi Gorontalo kedepannya akan mempunyai dua komoditas unggulan, yaitu cabe dan jagung.
    Langkah pengembangan komoditas cabe Malita FM ini merupakan salah satu terobosan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani ini sebelumnya telah diawali dengan pengembangan komoditi jagung. Yang mana setelah hampir enam tahun lamanya dikembangkan, jagung Gorontalo telah mampu menembus pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu pula, sebagian rakyat Gorontalo bermata pencaharian sebagai nelayan dan pegawai negeri.
Apalagi sekarang, daerah Gorontalo sudah mulai berkembang mata pencaharian baru yang sangat dirasa perkembangannya. Jalan-jalan raya bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa sudah mulai dipadati berbagai kendaraan di antaranya kendaraan beroda tiga yang oleh masyarakat Gorontalo dikenal dengan nama bentor atau becak motor. Kendati demikian, kehadiran bentor ini tak mengusik rasa tenteram dan tenang yang dimunculkan. Gorontalo adalah sebuah sejarah patriotisme walaupun dalam kenyataannya sangat sedikit masyarakat Indonesia yang memahami hal itu. Sedikit memang diungkap bahwa sejak masa kolonialisme hingga kini tema perjuangan dan semangat pembebasan begitu melekat di jantung masyarakat yang berdiam di ujung bagian utara Pulau Sulawesi.

RUMAH ADAT

Dulohupa


Rumah Adat Dulohupa
Rumah adat Dulohupa merupakan sebuah Rumah Adat Gorontalo yang berbentuk panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. kedua tangganya terletak di sisi kiri dan kanan merupakan gambaran tangga adat di sebut totihu. Dimana Rumah Adat ini berfungsi sebagai Balai Musyawarah Adat Bandayo Dulohupa. Nama Dulohupa berarti mufakat untuk memprogramkan rencana pembangunan daerah dan mengatasi setiap permasalahan. Di dalam Rumah Adat ini digelar perlengkapan upacara adat perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin dan hiasan lainnya.

Bantayo Po Boide

Rumah adat Gorontalo yang satu ini bisa dijumpai berdiri gagah di depan rumah dinas Bupati Gorontalo. Dalam artian harfiah, kata Bandayo berarti gedung atau juga bisa diartikan sebagai bangunan. Sementara kata Pomboide atau Po Boide berarti sebagai tempat untuk bermusyawarah. Jadi, meski merupakan dua bangunan berbeda, namun Doluhapa dan Bandayo Pomboide memiliki fungsi yang kurang lebih sama. Dahulu, Bandayo Pomboide ini digunakan sebagai tempat pelaksanaan pagelaran budaya khas Gorontalo. Berbeda dari Doluhapa, bagian dalam si Bandayo Pomboide ini memiliki banyak sekat sehingga ada beragam ruangan dengan fungsi yang juga beragam.

Rumah Adat Gobel

Rumah adat Gobel adalah salah satu rumah adat yang berlokasi di Tapa, Bone Bolango.





BAHASA DAERAH:

    Pada dasarnya terdapat banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa yang cukup dikenal masyarakat di wilayah ini, yaitu Bahasa Gorontalo, Bahasa Suwawa (disebut juga Bahasa Bonda), dan Bahasa Atinggola (Bahasa Andagile). Dalam proses perkembangannya Bahasa Gorontalo lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal oleh masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini Bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Manado, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh dalam penuturan Orang Gorontalo.
    Demi menjaga kelestarian bahasa daerah, maka diterbitkanlah Kamus Bahasa Gorontalo-Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Suwawa-Bahasa Indonesia serta Kamus Bahasa Atinggola-Bahasa Indonesia. Selain itu, telah berhasil diterbitkan dan disetujui oleh Kementerian Agama Republik Indonesia perihal penerbitan Al-Qur'an yang dilengkapi terjemahan bahasa Gorontalo (Al-Qur'an terjemahan Hulontalo). Disamping itu, pendidikan muatan lokal Bahasa Gorontalo masih terus dipertahankan untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Dasar. Meskipun Catatan Buku Tua Gorontalo yang ada di masyarakat sepenuhnya ditulis menggunakan Aksara Arab Pegon (Aksara Arab Gundul) akibat dari afiliasi agama Islam dengan Adat Istiadat, Gorontalo sebenarnya memiliki aksara lokal sebagai identitas kesukuan yang sangat tinggi nilainya, yaitu "Aksara Suwawa-Gorontalo".
Adapun contoh penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari yang harus tetap dilestarikan:
  • Permisi.... = Tabi' ....
  • Silahkan... = Toduwolo ....
  • Terima Kasih... = Odu'olo ...
  • Iya ... = Jo ... (Kata Jo digunakan oleh laki-laki saat menjawab sesuatu)
  • Iya ... = Saaya ... (huruf 'a' diawal dibaca panjang, kata Saaya digunakan oleh perempuan saat menjawab sesuatu)

PAKAIAN ADAT
   Salah satu pakaian adat adat yang unik adalah pakaian adat istiadat daerah Gorontalo. Dalam acara pernikahan pakaian daerah khas Gorontalo disebut Biliu (pakaian pengantin putri) dan Mukuta (pakaian pengantin putra). Pakaian adat Gorontalo umumnya mempunyai tiga warna dan memiliki arti tertentu yaitu warna ungu, warna kuning keemasan, dan warna hijau. Selain itu dalam upacara pernikahan adat Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab, warna hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran, sedangkan warna ungu bermakna keanggunanan dan kewibawaan.





Suku gorontalo. https://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo
www.Rumah-adat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar